MediaJawa – Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, menegaskan komitmennya terhadap penerapan "living law" dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru. Penerapan "living law" dalam KUHP Baru, sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hukum adat yg masih hidup sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan negara Repubik Indonesia (Pasal 18B ayat 2 UUD 1945).
Hukum yang hidup dalam masyarakat itu hanya berlaku jika tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa. Sehingga keberlakuan Hukum yang Hidup dibatasi oleh ruang (tempat), konstitusi, nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia dan UU KUHP itu sendiri.
Dhahana menjelaskan bahwa penerapan living law bertujuan untuk memastikan norma-norma hukum tetap relevan dengan nilai-nilai sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat, termasuk hukum adat yang berlaku. "Living law mencakup bukan hanya hukum positif, tetapi juga hukum adat yang telah lama berlaku dalam komunitas kita. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan hukum yang integratif," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pengaturan hukuman dan sanksi dalam KUHP Baru kini dirancang untuk mencerminkan prinsip keadilan yang lebih humanis dan rehabilitatif. Ini termasuk mempertimbangkan konteks sosial pelanggaran dan memberikan peluang untuk reintegrasi sosial.
Proses pembentukan KUHP Baru melibatkan partisipasi publik melalui dialog terbuka dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum, untuk memastikan bahwa berbagai perspektif dan kebutuhan masyarakat, termasuk nilai-nilai
hukum adat, tercermin dalam pembentukan undang-undang.
"Penerapan living law dalam KUHP Baru merupakan langkah penting untuk
memastikan bahwa hukum kita tidak hanya mengikuti perubahan zaman, tetapi juga
secara aktif berkontribusi pada pembangunan keadilan sosial," tambah Dhahana Putra.
Ia percaya bahwa pendekatan ini akan memperkuat sistem hukum Indonesia, membuatnya lebih responsif dan adil, serta lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, termasuk melalui integrasi hukum adat.
Dhahana Putra menambahkan, "Kami yakin penerapan living law dalam KUHP Baru akan memperkuat penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia (P5HAM) di Indonesia. Kami berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi implementasi kebijakan ini agar sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang progresif dan kontekstual."
Sementara itu, khususnya di wilayah Sulawesu Tengah sendiri, Hermansyah Siregar, Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng juga turut mendukung penuh atas komitmen tersebut, ia mengatakan bahwa saat ini, pihak terus menguatkan kolaborasi baik bersama dengan Pemerintah Daerah maupun para swasta pelaku bisnis.
Kolaborasi tersebut berfokus kepada penerapan akselerasi P5HAM itu sendiri, ia juga menilai penerapan living law dalam KUHP Baru juga adalah salah satu langkah penting untuk memperkuat P5HAM di wilayah.
“Kita juga terus mendukung penerapan P5HAM dalam setiap lini kehidupan, pastinya kita berupaya agar P5HAM dapat dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, mengingat hal ini begitu penting bagi kemajuan bangsa kita,” pungkas Hermansyah Siregar.
- Kanwil Kemenkumham Sulteng