MediaJawa - Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas IIA Martapura menjalin kerja sama dengan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau pengrajin sasirangan eksternal untuk menyerap Warga Binaan sebagai pekerja penjelujur kain sasirangan. Selain memproduksi kain sasirangan secara mandiri, LPP Martapura kini juga menerima bahan baku kain sasirangan dari mitra kerja sama untuk dikerjakan penjelujuran.
Kain sasirangan merupakan kain tradisional khas Kalimantan Selatan. Proses pembuatannya menggunakan teknik jelujur (menjahit jelujur) untuk membentuk pola dan motif. Selanjutnya, kain diwarnai melalui proses pencelupan, menghasilkan corak khas dengan motif-motif tradisional yang terinspirasi dari alam atau benda di sekitar. Dahulu, kain sasirangan hanya digunakan untuk "batatamba" (pengobatan atau penyembuhan) dengan fungsi dan warna tertentu untuk penyakit yang berbeda. Sekarang, fungsi magisnya telah memudar dan kain ini lebih banyak digunakan sebagai pakaian adat, pakaian resmi untuk berbagai kegiatan, seragam pegawai kantoran, serta berbagai produk dekorasi rumah. Hal ini memicu munculnya banyak pelaku UMKM sasirangan.
Memanfaatkan peluang tersebut, Evi Loliancy, Kepala LPP Martapura, mendorong intensifikasi kegiatan pembinaan di LPP Martapura dengan menjalin kerja sama dengan beberapa pengrajin sasirangan. Kerja sama ini menjadikan LPP Martapura sebagai mitra penjahit/penjelujur, sehingga mampu menyerap lebih banyak Warga Binaan sebagai pekerja dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pembinaan kemandirian di LPP Martapura.
“Kami siap bekerja sama dengan pengrajin eksternal Lapas, dan kami akan terus menambah jumlah pekerja penjelujur apabila permintaan dan jumlah bahan baku yang datang terus bertambah. Kegiatan ini juga bermanfaat bagi Warga Binaan karena mereka mendapatkan premi atau upah,” ungkap Evi.
Beberapa pengrajin sasirangan yang telah menjalin kerja sama secara intens mengirimkan bahan baku berupa kain untuk dijelujur adalah Melati Sekumpul, Shela Sasirangan, dan Najwa Sasirangan.
YF (47), salah satu Warga Binaan pekerja penjelujur, merasa sangat terbantu dengan adanya kerja sama LPP dengan pengrajin eksternal. Menurutnya, dengan mengikuti pembinaan kemandirian sebagai penjelujur, ia tidak lagi hanya berada di dalam blok hunian, tidak merasa bosan menjalani masa pidana, bahkan ia mendapatkan premi atau upah dari hasil pekerjaan penjelujuran yang ia kerjakan.
“Awalnya saya merasa sangat jenuh dan berat menjalani hari-hari di Lapas. Tetapi, setelah saya mengikuti pembinaan kemandirian dan bekerja menjelujur ini, saya merasa lebih ringan hati menjalani hari-hari saya di sini. Apalagi saya juga mendapatkan upah, jadi saya bisa punya penghasilan sendiri meskipun berada di dalam Lapas,” pungkasnya.
Rose Mery Kusuma Dewi, Kepala Seksi Kegiatan Kerja (Kasi Giatja), menjelaskan bahwa premi yang didapatkan merupakan pembayaran dari pengrajin yang kemudian diberikan kepada Warga Binaan baik berupa tabungan maupun pembayaran melalui E-Money dan Briva. Kegiatan penjelujuran sasirangan ini juga turut menyumbangkan penghasilan kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).




